Jakarta, 2025 — Pemerintah resmi memberlakukan kebijakan pajak baru untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mulai awal tahun 2025. Aturan ini ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong iklim usaha yang lebih sehat. Namun, kebijakan ini memunculkan pro dan kontra di kalangan pelaku usaha kecil.
Isi Kebijakan Pajak UMKM 2025
Dalam aturan baru, tarif PPh Final UMKM mengalami penyesuaian:
- Omzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap bebas pajak.
- Omzet Rp500 juta–Rp2,5 miliar dikenakan pajak 0,5%.
- Omzet di atas Rp2,5 miliar akan dikenakan tarif bertingkat sesuai regulasi umum.
Selain itu, pemerintah juga menyediakan insentif berupa pengurangan pajak bagi UMKM yang go digital dan tercatat resmi di sistem perpajakan online.
Dampak untuk Pebisnis Kecil
- Dampak Positif:
- Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi UMKM.
- Mendorong UMKM untuk lebih transparan dalam mengelola keuangan.
- Insentif digitalisasi membantu UMKM berkembang di era ekonomi online.
- Dampak Negatif:
- Bagi UMKM dengan omzet pas-pasan, tambahan beban pajak dianggap memberatkan.
- Risiko penurunan profit jika harga jual tidak bisa disesuaikan.
Respon Pelaku UMKM
Sejumlah asosiasi UMKM meminta pemerintah untuk memberikan masa transisi lebih panjang, serta pendampingan agar pelaku usaha memahami sistem pajak digital. Sementara itu, sebagian pelaku UMKM yang sudah terbiasa dengan pencatatan digital menyambut positif kebijakan ini.
Pandangan Ekonomi
Ekonom menilai kebijakan ini bisa memperluas basis pajak sekaligus mendorong UMKM naik kelas. Namun, implementasi harus hati-hati agar tidak membebani pelaku usaha kecil yang masih rentan pasca pandemi dan fluktuasi ekonomi global.
Kesimpulan
Kebijakan pajak UMKM baru 2025 diharapkan mampu menciptakan ekosistem usaha yang lebih sehat dan modern. Meski masih menimbulkan perdebatan, aturan ini berpotensi membawa UMKM Indonesia lebih kompetitif, terutama jika diimbangi dengan edukasi dan insentif yang tepat.